26.6.17

Aqiqah dan Maksud Tergadaikan

AQIQAH adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan, sebagian ulama fiqih bahkan mewajibkannya, sebagian lagi menyatakan hukumnya sunnah, tapi tetap menganjurkan jika seandainya dia mampu berhutang untuk melaksanakan aqiqahnya maka lakukanlah. 

“Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama.” (HR. Ahmad)


Kata “tergadai” yang berarti terhutang, para ulama berpendapat maksud kata itu adalah jika Aqiqah tidak dilaksanakan sedang orang tuanya seorang yang mampu mengusahakan maka kelak di akhirat nanti orangtuanya tidak berhak mendapatkan syafaat anaknya.

Pelaksanaan Aqiqah adalah hari ke tujuh, bukan hari ke 40. para ulama fiqih mengeluarkan pendapat, jika seseorang berusaha pada hari ke tujuh tapi tidak mampu maka baginya mendapat keringanan pada hari ke 14 dan hari ke 21. Jika tidak mampu berarti memang termasuk yang tidak mampu.

Tapi jika dia memiliki harta yang cukup tapi tidak dilaksanakan pada waktunya, maka anaknya tetap tergadai sampai hari kiamat.

Ingat Aqiqah dilaksanakan pada tanggal 7 dengan niat aqiqah bukan tanggal 40 seperti kebiasaan adat istiadat yang beredar.

Dari Burairah dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda,”Kambing ‘aqiqah disembelih pada hari ke 7 atau ke 14 atau ke 21.” (Shahihul Jami’us Shaghir no: 4132)


Lalu bagaimana jika pada sampai hari ke 21, tetap tidak mampu, tapi masih punya keinginan melakukan aqiqah pada anaknya, maka sebagian ulama berpendapat, tidak mengapa jika orangtua sedang kesulitan dan tidak mampu lalu menunda pelaksanaan aqiqahnya dan baru melaksanakannya saat mampu meskipun sudah lewat hari ke 21, yang berpendapat seperti ini diantaranya Syaikh Shalih Al Fauzan dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. =mac